Selasa, 26 Februari 2013

PERMOHONAN BANTUAN HIBAH KECIL - Law & Finance Institutional ... - GetBookee.org

PERMOHONAN BANTUAN HIBAH KECIL - Law & Finance Institutional ... - GetBookee.org

Terima Kasih Buat Pembuat Artikel ini, kiranya bermaanfaat bagi banyak orang. Kepada Sumber Artikel ini Moga Sukses Selalu 

Kamis, 01 November 2012


TESIS

PEMBANGUNAN HUKUM SEBAGAI  BENTUK
AMANDEMEN UUD 1945  DAN  IMPLEMENTASINYA TERHADAP PEMISAHAN KEKUASAAN LEMBAGA  NEGARA DALAM
SISTEM  KETATANEGARAAN DI INDONESIA


Di ajukan Oleh:
ENGEL R.K SAYORI



PROGRAM PASCASARJANA ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MPU TANTULAR
JAKARTA
2012



SISTEMATIKA PENULISAN
Setelah semua data yang menyangkut penelitian telah terinventarisasi dan di analisis secara kualitatif, selanjutnya, analisis data di pergunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang di kemukakan dalam penelitian.
Sistematika penulisan terbagi dalam lima bab yang terdiri dari :

BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah di adakannya penelitian, kemudian di lanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II        
PEMBANGUNAN HUKUM KONSTITUSI DAN PROSEDUR
PERUBAHAN UUD 1945

Bab ini menguraikan mengenai, pembangunan hukum dan tinjauan umum tentang konstitusi, sejarah perubahan konstitusi di Indonesia, dan pelaksanaan prosedur  
perubahan serta teori konstitusi.
BAB III
KELEMBAGAAN NEGARA  SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945 DALAM SISTEM  KETATANEGARAAN DI INDONESIA
Bab ini menguraikan mengenai, Organisasi negara dan lembaga-lembaga negara (perkembangan organisasi dan pemerintah), fungsi kekuasaan masing-masing lembaga negara, tugas dan wewenang  lembaga negara sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945.
BAB IV
PEMBANGUNAN HUKUM SEBAGAI BENTUK AMANDEMEN UUD 1945  DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP PEMISAHAN KEKUASAAN LEMBAGA NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA

Bab ini menguraikan isi pembahasan yang terdiri dari, pembangunan hukum sebagai bentuk amandemen UUD 1945, amandemen memberikan  kelembagaan negara berdasarkan perubahan UUD 1945, pembentukan dan perubahan lembaga baru dalam UUD 1945, pemisahan kekuasaan lembaga negara dalam melaksanakan fungsi lembaga
 berdasarkan UUD 1945.

BAB V
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran sebagai jawaban atas rumusan masalah setelah melalui tahap inventarisasi data dilakukan analisis terhadapnya.

SEMOGA SUKSES

Jumat, 26 Oktober 2012

PENDISTRIBUSIAN KEWENANGAN



PENDISTRIBUSIAN KEWENANGAN 
Pada dasarnya kewenangan pemerintahan dalam negara kesatuan adalah milik pemerintah pusat. Dengan kebijakan desentralisasi, pemerintah pusat menyerahkan kewenangan pemerintahan tersebut kepada daerah. Penyerahan wewenang terdiri dari :
l  Materi wewenang (semua urusan pemerintahan yang terdiri atas urusan pemerintahan umum dan urusan pemerintahan lainnya)
l  Manusia yang diserahi wewenang (masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan sebagai kesatuan masyarakat hukum)
l  Wilayah yang diserahi wewenang (daerah otonom, bukan wilayah administrasi)

Cara Penyerahan Wewenang
1.      Ultra vires doctrine yaitu pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dengan cara merinci satu per satu. Daerah otonom hanya boleh menyelenggarakan wewenang yang diserahkan tersebut. Sisa wewenang tetap menjadi wewenang pusat. Dianut UU Nomor 5 Tahun 1974.
2.      Open end arrangement atau general competence yaitu daerah otonom boleh menyelenggarakan semua urusan di luar yang dimiliki oleh pusat. Penyelenggaraan kewenangan oleh daerah berdasarkan kebutuhan dan inisiatifnya sendiri di luar kewenangan yang dimiliki pusat. Dianut UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004.
UU Nomor 32 Tahun 2004 dalam melakukan pendistribusian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah, membedakan urusan yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilakukan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Dalam urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada propinsi dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.
Untuk menciptakan distribusi kewenangan yang concurrent secara proporsional antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Propinsi, Kota/ Kabupaten) digunakan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang kriteria tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.      Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan propinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan pemerintah.
2.      Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
3.      Kriteria Efesiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan urusan. Apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah (propinsi, kota/kabupaten) dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada daerah. Begitu juga sebaliknya. Ukuran berdayaguna dan berhasilguna dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.

Referensi :
Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta : PT. Grasindo.
Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta : UII Press.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH



Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah yang diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan hak dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan dasar minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintahan pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi merupakan urusan dalam skala propinsi yang meliputi :
1.      perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2.      perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3.      penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4.      penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.      penanganan bidang kesehatan;
6.      penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7.      penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8.      pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9.      fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
10.  pengendalian lingkungan hidup;
11.  pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12.  pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13.  pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14.  pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/ kota;
15.  penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota;
16.  urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Urusan pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi :
1.      perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2.      perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3.      penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4.      penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.      penanganan bidang kesehatan;
6.      penyelenggaraan pendidikan;
7.      penanggulangan masalah sosial;
8.      pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9.      fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
10.  pengendalian lingkungan hidup;
11.  pelayanan pertanahan;
12.  pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13.  pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14.  pelayanan administrasi penanaman modal;
15.  penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
16.  urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.

Referensi :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

ASAS ASAS PEMERINTAHAN DAERAH



Asas-asas untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada 4 (empat), yaitu :
1.      Sentralisasi yaitu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.
2.      Desentralisasi  yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.      Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
4.      Tugas Pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sentralisasi
Menurut J. In het Veld, kelebihan sentralisasi adalah :
1.      menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga atau masyarakat.
2.      dapat mencegah nafsu memisahkan diri dari negara dan dapat meningkatkan rasa persatuan.
3.      meningkatkan rasa persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan dan pengadilan sepanjang meliputi kepentingan seluruh wilayah dan bersifat serupa.
4.      terdapat hasrat lebih mengutamakan umum daripada kepentingan daerah, golongan atau perorangan, masalah keperluan umum menjadi beban merata dari seluruh pihak.
5.      tenaga yang lemah dapat dihimpun menjadi suatu kekuatan yang besar.
6.      meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan meskipun hal tersebut belum merupakan suatu kepastian (Muhammad Fauzan, 2006 : 61).
Menurut J.T. van den Berg, kebaikan sentralisasi meliputi :
1.      meletakkan dasar kesatuan politik masyarakat.
2.      merupakan alat untuk memperkokoh perasaan persatuan.
3.      mendorong kesatuan dalam pelaksanaan hukum.
4.      membawa kepada penggalangan kekuatan.
5.      dalam keadaan tertentu, sentralisasi dapat lebih efesien (Bagir Manan, 1994 : 38)
Penyelengaraan pemerintahan dengan sistem sentralisasi mempunyai kelemahan, antara lain :
Kelemahan sistem sentralisasi :
1.      mengakibatkan terbengkalainya urusan-urusan pemerintahan yang jauh dari pusat.
2.      menyuburkan tumbuhnya birokrasi (dalam arti negatif) dalam pemerintahan.
3.      memberatkan tugas dan tanggungjawab pemerintah pusat (S.H. Sarundajang, 2005 : 59).

Desentralisasi
Lahirnya konsep desentralisasi merupakan upaya untuk mewujudkan seuatu pemerintahan yang demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang sentralistik. Pemerintahan sentralistik menjadi tidak populer karena telah dinilai tidak mampu memahami dan memberikan penilaian yang tepat atas nilai-nilai yang hidup dan berkembang di daerah.
Desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan administrasi sendiri, sehingga akan dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur kepentingan daerahnya.

Tujuan Penyelenggaraan Desentralisasi
Pada dasarnya tujuan penyelenggaraan desentralisasi antara lain :
1.      dalam rangka peningkatan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2.      sebagai wahana pendidikan politik masyarakat di daerah.
3.      dalam rangka memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional.
4.      untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah.
5.      guna memberikan peluang bagi masyarakat untuk membentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan.
6.      sebagai wahana yang diperlukan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan.
7.      sebagai sarana yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan di daerah.
8.      guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Syaukani, 2003 : 7 – 8).
Ada beberapa alasan perlunya pemerintah pusat mendesentralisasikan kekuasaan kepada pemerintah daerah, yaitu :
1.      segi politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mengikutsertakan warga dalam proses kebijakan, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional melalui pembangunan proses demokrasi di lapisan bawah.
2.      segi manajemen pemerintahan, desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas publik terutama dalam penyediaan pelayanan publik.
3.      segi kultural, desentralisasi untuk memperhatikan kekhususan, keistimewaan suatu daerah, seperti geografis, kondisi penduduk, perekonomian, kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
4.      segi kepentingan pemerintah pusat, desentralisasi dapat mengatasi kelemahan pemerintah pusat dalam mengawasi program-programnya.
5.      segi percepatan pembangunan, desentralisasi dapat meningkatkan persaingan positif antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat (Samodra Wibawa, 2005 : 49 – 50).
Menurut The Liang Gie (dikutip oleh Muhammad Fauzan, 2006 : 48), desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan pada :
1.      dilihat dari sudut politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang apda akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2.      penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
3.      dari sudut teknis organisatoris pemerintahan, desentralisasi adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang efesien.

Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi
Menurut Josef Riwu Kaho (dikutip Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, 2000 : 12 – 13) :
l  Kelebihan desentralisasi :
1.      mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
2.      dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
3.      dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap kebutusan dapat segera dilaksanakan.
4.      mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
5.      dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya lebih langsung.
l  Kelemahan desentralisasi :
1.      karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi.
2.      keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu.
3.      dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah.
4.      keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama.
5.      diperlukan biaya yang lebih banyak.
Menurut J. In het Veld (dikutip oleh Muhammad Fauzan, 2006 : 59), konsep desentralisasi mengandung beberapa kebaikan, yaitu :
1.      memberikan penilaian yang tepat terhadap daerah dan penduduk yang beraneka ragam.
2.      meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat tidak mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan setempat dan tidak mungkin dapat mengetahui bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
3.      dapat dihindarkan adanya beban yang melampaui batas dari perangkat pusat oleh sebab tunggakan kerja.
4.      unsur individu atau daerah lebih menonjol karena dalam ruang lingkup yang sempit seseorang dapat lebih mempergunakan pengaruhnya daripada dalam masyarakat yang lebih luas.
5.      masyarakat setempat dapat kesempatan ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga ia tidak akan merasa sebagai obyek saja.
6.      meningkatkan turut sertanya masyarakat setempat dalam melakukan kontrol terhadap segala tindakan dan tingkah laku pemerintah.

Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian wewenang pejabat tingkat pusat kepada pejabat di wilayah negara. Oleh karena itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang merupakan wilayah kerja pejabat yang menerima sebagian wewenang dari pejabat pusat. Wilayah kerja pejabat untuk pejabat pusat yang berada di daerah disebut wilayah administrasi. Wilayah administrasi adalah wilayah kerja pejabat pusat yang menyelenggarakan kebijakan administrasi di daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat. Wilayah administrasi terbentuk akibat diterapkannya asas dekonsentrasi (Hanif Nurcholis, 2005 : 24)
Pejabat pusat akan membuat kantor-kantor beserta kelengkapannya di wilayah administrasi yang merupakan cabang dari kantor pusat. Kantor-kantor cabang yang berada diwilayah administrasi inilah yang disebut dengan instansi vertikal. Disebut vertikal karena berada di bawah kontrol langsung kantor pusat. Jadi, instansi vertikal adalah lembaga pemerintah yang merupakan cabang dari kementrian pusat yang berada di wilayah administrasi sebagai kepanjangan tangan dari departemen pusat (Hanif Nurcholis, 2005 : 25).
Kelebihan dekonsentrasi adalah sebagai berikut :
1.      secara politis, eksistensi dekonsentrasi akan dapat mengurangi keluhan-keluhan daerah, protes-protes daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
2.      secara ekonomis, aparat dekonsentrasi dapat membantu pemerintah dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan melalui aliran informasi yang intensif yang disampaikan dari daerah ke pusat. Mereka dapat diharapkan melindungi rakyat daerah dari eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memanfaatkan ketidakacuhan masyarakat akan ketidakmampuan masyarakat menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi modern.
3.      dekonsentrasi memungkinkan terjadinya kontak secara langsung antara pemerintah dengan yang diperintah/rakyat (Muhammad Fauzan, 2006 : 55).
4.      kehadiran perangkat dekonsentrasi di daerah dapat mengamankan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat atau kebijakan nasional di bidang politik, ekonomi, dan administrasi
5.      dapat menjadi alat yang efektif untuk menjamin persatuan dan kesatuan nasional (Muhammad Fauzan, 2006 : 56).

Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan dalam bahasa Belanda disebut medebewind. Tugas pembantuan dapat diartikan sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang tingkatannya lebih atas untuk dimintai bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah di dalam menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-kepentingan yang termasuk urusan rumah tangga daerah yang dimintai bantuan tersebut (Muhammad Fauzan, 2006 : 69).
Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah :
1.      untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat.
2.      bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya (Sadu Wasistiono, 2006 : 2).
Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada daerah dan desa, yaitu :
1.      adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang dilakukannya pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945 sampai pada UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor  33 Tahun 2004).
2.      adanya political will atau kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada seluruh lapisan masyarkat dengan prinsip lebih murah, lebih cepat, lebih mudah dan lebih akurat.
3.      adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara lebih ekonomis, lebih efesien dan efektif, lebih transparan dan akuntabel.
4.      kemajuan negara secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh kemajuan daerah dan desa yang ada di dalam wilayahnya.
5.      citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh masyarakat melalui maju atau mundurnya suatu desa atau daerah. Citra inilah yang akan memperkuat atau memperlemah dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sedang berkuasa (Sadu Wasistiono, 2006 : 2 – 3 ).
Menurut Ateng Syafrudin (dikutip Muhammad Fauzan, 2006 : 73), dasar pertimbangan pelaksanaan asas tugas pembantuan antara lain :
1.      keterbatasan kemampuan pemerintah dan atau pemerintah daerah.
2.      sifat sesuatu urusan yang sulit dilaksanakan dengan baik tanpa mengikutsertakan pemerintah daerah.
3.      perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga sesuatu urusan pemerintahan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila ditugaskan kepada pemerintah daerah.

Referensi :
Bagir Manan. 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta : PT. Grasindo.
Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta. 2000. Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta : UII Press.
Sadu Wasistiono, dkk. 2006. Memahami Asas Tugas Pembantuan Pandangan Legalistik, Teoritik dan Implementatif. Bandung : Fokusmedia.
Samodra Wibawa. 2005. Good Governance dan Otonomi Daerah dalam Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
S.H. Sarundajang. 2005. Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta : Kata Hasta.
Syaukani, dkk. 2003. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Template by : kendhin x-template.blogspot.com