Jumat, 26 Oktober 2012

PENDISTRIBUSIAN KEWENANGAN



PENDISTRIBUSIAN KEWENANGAN 
Pada dasarnya kewenangan pemerintahan dalam negara kesatuan adalah milik pemerintah pusat. Dengan kebijakan desentralisasi, pemerintah pusat menyerahkan kewenangan pemerintahan tersebut kepada daerah. Penyerahan wewenang terdiri dari :
l  Materi wewenang (semua urusan pemerintahan yang terdiri atas urusan pemerintahan umum dan urusan pemerintahan lainnya)
l  Manusia yang diserahi wewenang (masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan sebagai kesatuan masyarakat hukum)
l  Wilayah yang diserahi wewenang (daerah otonom, bukan wilayah administrasi)

Cara Penyerahan Wewenang
1.      Ultra vires doctrine yaitu pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dengan cara merinci satu per satu. Daerah otonom hanya boleh menyelenggarakan wewenang yang diserahkan tersebut. Sisa wewenang tetap menjadi wewenang pusat. Dianut UU Nomor 5 Tahun 1974.
2.      Open end arrangement atau general competence yaitu daerah otonom boleh menyelenggarakan semua urusan di luar yang dimiliki oleh pusat. Penyelenggaraan kewenangan oleh daerah berdasarkan kebutuhan dan inisiatifnya sendiri di luar kewenangan yang dimiliki pusat. Dianut UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004.
UU Nomor 32 Tahun 2004 dalam melakukan pendistribusian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah, membedakan urusan yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilakukan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Dalam urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada propinsi dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.
Untuk menciptakan distribusi kewenangan yang concurrent secara proporsional antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Propinsi, Kota/ Kabupaten) digunakan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang kriteria tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.      Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan propinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan pemerintah.
2.      Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
3.      Kriteria Efesiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan urusan. Apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah (propinsi, kota/kabupaten) dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada daerah. Begitu juga sebaliknya. Ukuran berdayaguna dan berhasilguna dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.

Referensi :
Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta : PT. Grasindo.
Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta : UII Press.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com