Jumat, 26 Oktober 2012

PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESI (Engel Sayori, S.H.,M.H.)

A.                PEMBANGUNAN HUKUM 
1.        Pembangunan Hukum
Pembangunan hukum berarti membangun suatu tata hukum, beserta perangkat yang berkaitan dengan tegaknya kehidupan tata hukum tersebut. Suatu tata hukum berarti seperangkat hukum tertulis (pada umumnya) yang dilengkapi dengan hukum tidak tertulis sehingga membentuk suatu sistem hukum yang bulat dan berlaku pada suatu tempat tertentu.
Sedangkan berlaku pada suatu saat dan tempat tertentu berarti bergantung pada suatu kelompok orang dan pandangan hidup yang mengikatnya didalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu membangun hukum di Indonesia pada sekarang maupun dimasa yang akan datang, bukanlah sekedar berdasarkan teori hukum yang universal dan canggih, melaikan sangat dipengaruhi oleh pandangam hidup kelompok (yang nyata), sehingga diperoleh suatu hukum yang hidup dalam arti sesuai dengan aspirasi masyarakat sehingga tidak membutuhkan “yuristen recht”.
32
 
Oval: 1Hal ini pula yang menyebabkan adanya perbedaan antara hukum pada suatu bangsa dan pada bangsa lain, atau antara suatu kurun waktu dengan kurun waktu berikutnya pada suatu bangsa yang sama, sehingga di kenal pula adanya perbedaan antarahukum positif (ius contitutum) yang berlaku sekarang dan hukum yang di harapakan berlaku dimasa yang akan datang (ius constituendum). Alasan singkat ini akan terutama memasalah ius constituendum dengan berangkal pada ius constitutum. Dengan demikian pembangunan hukum di Indonesia akan sangat tergantung pada pandangan hidup bangsa Indonesia yang selanjutnya akan menentukan rambu-rambu filsafati di dalam membentuk hukum tersebut. 
Rambu-rambu filsafati ini antara lain dapat mengenai, makna hukum itu sendiri sebagai alat, apa yang seyogyanya menjadi isi daripada hukum, bagaimana prinsip operasional dalam membangun hukum, dan bagaimana masalah teknis hukum yang sedikit banyak di pengaruhi pula oleh pandangan hidup bangsa[1].

2.        Hukum Sebagai Alat
      Hukum bukanlah tujuan, melainkan suatu alat yang terkait pada pencapaian suatu tujuan. Pengkaitan pada suatu tujuan dapat berlangsung secara pasif  dalam arti ia mengukuhkan suatu hal atau perilaku yang baik di masyarakat sehingga ada jaminan kepastian berlakunya hal tersebut atau dapat secara aktif dikaitkan hukum dengan tujuan dalam arti dengan hukum direkayasa suatu kehidupan di masyarakat yang lebih baik.
      Juga disini penuangan kedalam hukum suatu ide atau inspirasi adalah jelas agar di peroleh suatu keterlibatan dan kepastian hukum, dalam arti ada sanksinya karena pada hukum lasimnya demikian adanya.
      Dengan demikian pertama-tama perlu kita fahami apakah yang diartikan dengan hukum oleh suatu kelompok manusia, apakah ia merupakan suatu perintah, suatu himbauan atau suatu hipotesa atau bentuk-bentuk penjelmahan lainnya. Secara teoritis yang sering kali kita dengar di bangku kuliah ialah bahwa, “sampai sekarang pun para sarjana hukum masih mencari apa yang merupakan defenisi dari hukum tersebut”.
      Bahkan berdasarkan (ilmu) filsafat hukum dan sosiologi hukum dan teori hukum ada beragam definisi hukum yang di permasalahkan sebagai pangkal tolak pembahasan. Namun untuk pembangunan hukum di Indonesia, kita harus tegas berpangkal bahwa apa yang dianggap hukum oleh bangsa Indonesia.
      Apabila hal ini kita telusuri dalam  hukum dasar kita yaitu UUD 1945, maka kita memperoleh suatu petunjuk bahwa: “Undang-Undang Dasar 1945, sebagai hukum dasar berisi instruksi untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial”[2]
      Ini berarti bahwa hukum adalah alat untuk ketertiban kehidupan negara dan sekaligus alat untuk mendapat kesejahteraan sosial. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa hukum adalah alat untuk mendapat ketertiban dan alat untuk mencapai kesejahteraan sosial, menurut anggapan bangsa Indonesia.
      Jadi bukan semata-mata untuk keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) melainkan juga untuk mengukuhkan dan merekayasa kesejahteraan sosial. Hukum adalah alat untuk tertib dan adil sejaterah dengan ungkapan lama “aman tentram kartaraharja”.
      Selanjutnya kita ketahui apakah yang merupakan sumber hukum menurut bangsa Indonesia. Di dalam Penjelasan UUD 1945 pun dijelaskan bahwa: “pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan, membentuk cita-cita hukum (Rechtsidee) yang mengusai hukum dasar tertulis dan tidak tertulis”. Sedangka pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang terutama, ialah Pancasila.
      Dengan demikian jelas bahwa Pancasila adalah sumber daripada segala sumber hukum apabilah hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis kita anggap sebagai sumber hukum (ursprungnorm).
      Hal yang lain yang perlu kita fahami dengan erat hubungannya dengan masalah hukum sebagai alat, ialah apakah fungsi hukum menurut bangsa Indonesia.
      Di dalam pejelasan pasal 28 dan seterusnya dari pada UUD 1945, di rumuskan bahwa: “pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun mengenai seluruh penduduk, memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan”.
      Apakah kata-kata pasal-pasal pada permulaan kalimat kita ganti dengan kata “hukum”, maka jelaslah bahwa fungsi hukum yang di dambahkan oleh bangsa Indonesia ialah: besifat demokratis dan hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan. Dengan satu kata di rangkum oleh Dr. Sahardjo, fungsi hukum ilah pengayom.
      Secara visual hal ini di gambarkan atau di lambangkan dengan pohon beringin pengayom, sebagai penggati dari lambang dewi justitia yang memegang timbangan dan pedang yang merupakan lambang fungsi hukum dalam cara pandang perseorangan atau individualistik/liberal.
      Di dalam uraian mengenai sumber hukum jelas pula bahwa bentuk hukum di Indonesia dapat tertilis dan tidak tertulis. Bentuk tertulis jelas pula siapa pembentuknya yang sesuai dengan jenisnya atau macamnya, dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, ketetapan MPR dan sebagainya sedangkan hukum tidak tertulis dapat berupa Hukum Adat dan hukum kebiasaan lainnya.
      Karena cita-cita hukum (Rechtsidee) mengenai hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis (sumber hukum) maka cita-cita hukum inilah yang harus kita pakai untuk menyaring hukum tidak tertulis maupun hukum yang tertulis yang telah ada selama ini.
      Hal selanjutnya yang harus kita fahami ialah kaitan hukum suatu negara dengan warga negaranya.
      Di dalam hal ini UUD 1945, menggariskan dalam pasal 27 banhwa: “segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak terkecualinya”.
      Di dalam hal ini maka pelaksanaan hukum ekonomi oleh lembaga-lembaga yang melaksanakannya (eksekutif) harus berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tak terbatas), sedangkan penegakan hukum di laksanakan oleh kekuasaan kehakiman lainnya berdasarkan undang-undang. Kekuasaan kehakiman ini ialah suatu kekuasaan yang merdeka dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaanpemerintah.
      Secara ringkas dengan demikian rambu-rambu dari pada hukum sebagai alat bersifat universal yang dapat kami sajikan ilah mengenai: arti hukum (sumber hukum), fungsi hukum (bentuk hukum), kedudukan manusia berdasarkan hukum; pelaksanaan/ penerapan/pelayanan hukum; penegakan hukum di pengadilan.
      Kita harus memahami pilihan bangsa Indonesia mengenai hal ini, yang semuanya itu terus di dalam psal-pasal UUD 1945.
      Dengan demikina pembentukan ataupun pembangunan hukum di Indonesia akan benar-benar sesuai dengan pandangan hidup bangsa, maupun falsafah bernegara yang mendasari dasar negara. Secara teoretis- konstitusional maka kesemuanya pokok-pokok pilihan bangsa Indonesia yang telah diuraikan, membentuk unsur-unsur Negara Hukum Indonesia.   

3.        Isi dari pada Hukum yang akan di Bentuk dalam Pembangunan Hukum
      Sebagaimana telah di uraikan dalam pendahuluan, maka seyogianya kita tidak membentuk “Yuristen-Recht” dalam arti hukum yang canggi sesuai perkembangan ilmu hukum yang universal sifatnya, melainkan harus membentuk hukum yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa.
      Untuk memungkinkan hal ini perlu kita fahami pula bahwa suatu hukum pada hakekatnya berisikan pilihan mengenai hal-hal yang di anggap baik bagi kemanusiaan atau nilai (termasuk yang tidak dianggap baik atau bernilai). Dengan demikian perlu kita ketahui nilai-nilai apakah yang harus menjadi isi daripada hukum yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa.
      Dengan perkataan lain ialah nilai-nilai apakah yang harus di tegakan dengan hukum yang bersumber pada Pancasila. Nilai-nilai tersebut jelas mengenai pelbagai aspek kehidupan yang universal macam-macamnya seperti misalnya: ideologi, demokrasi, ekonomi, kebudayaan, atau hukum itu sendiri dan sebagainya.
      Kita harus dapat menelusiri di dalam UUD 1945, bagaimana pilihan bangsa Indonesia mengenai hal ini dan biasanya untuk menunjukkan bahwa itu adalah pilihan bangsa Indonesia, maka di tambahkkan kata Pancasila atau Nasional. Misalnya Ideologi Pancasila, Demokrasi Pancasila, Ekonomi Pancasila, Kebudayaan Nasional, Pendidikan Nasional, Kesatuan Nasional, Hukum Nasional dan sebagainya.
      Nilai-nilai mengenai hal tersebut, secara kongrit tertulis dengan tegas di dalam UUD 1945. Sebagai contoh misalnya Ideologi Pancasila, yang dapat kita katakan sebagai ide-ide dasar “yang di inginkan” oleh Pancasila, atau oleh bangsa indonesia.
      Ide-ide dasar ini berupa rumusan seperangkat tata nilai yang di padukan oleh pandangan hidup bangsa. Untuk ringkasnya nilai-nilai yang ada di dalam Pembukaan UUD 1945, kita sebut “batasan dasar” seperti misalnya bermasyarakat, bernegara, tujuan negara, sifat hakekat negara (terjadinya), jadi sikap perilaku demokratis atau kerakyatan dan sebagainya.
      Sedangkan nilai yang terumus dalam pasal-pasal atau batang tubuh UUD 1945, pada hakekatnya akan membentuk tatanan- tatanan tertentu seperti tatanan ekonomi, tatanan hukum, tatanan budaya dan sebagainya.
      Setiap tatanan pada hakekatnya juga mengikuti hal-hal yang bersifat universal, namun nilai yang di rumuskan menunjukan pilihan bangsa Indonesia mengenai hal itu.
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan misalnya:
a)      Mengeni kehidupan yang demokratis maka mengenai hal-hal yang bersifat univesal misalnya:
-            Kekuasaan tertinggi dalam negara; bentuk organisasi negara
-            Sistem perwakilan, pola hak kemanusiaan, sistem Kepala Negara
-            Sifat atau tipe negara; sifat atau tipe pemerintahan
-            Pola kelembagaan negara, cara pelestarian pandangan hidup bangsa dan unsur-unsur atau yang ingin di capai dengan kehidupan yang demokratis, kesemuanya jelas apa yang terjadi, pilihan bangsa Indonesia, terumus dalam UUD 1945 dalam ari luas, mulai pembukaan, pasal-pasal dan penjelasannya.

b)      Mengenai keuangan negara, juga seperti hal-hal yang universal misalnya seperti: Anggaran Pendapatan Belanja Negara; pajak, hal mata uang, masalah keuangan negara lainnya dan pemeriksaan keuangan negara; jelas pula pilihan bangsa Indonesia mengenai hal ini di dalam pasal-pasal UUD 1945.
c)      Juga mengenai perekonomian, hal-hal yang universal seperti sistem perekonomian (pekerjaan), produksi (demokrasi ekonomi), bangun perusahan dan sebagainya, jelas pula pilihan nilai-nilai bangsa Indonesia mengenai hal ini, yang perlu di kembangkan lebih lanjut oleh para pakar atau nara sumber agar dapat menjadi isi dari pada hukum yang di bentuk.
                 Hal-hal yang sama dapat kita telusuri, dalam hal tatanan lainnya. Sistem Undang-Undang Dasar kita ialah apabila “belum” dapat di rumuskan nilai-nilai dasarnya maka di beri petunjuk bahwa hal tersebut harus di tentukan dengan undang-undang.
                 Hal ini berarti bahwa harus di tetapkan oleh wakil rakyat dan penyelenggara di bidang pemerintahan, sesuai dengan perkembangan kecerdasan kehidupan bangsa Indonesia, seperti misalnya tatanan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

4.        Beberapa Prinsip Operasional  Pembangunan Hukum
      Apabila untuk memahami hukum sebagai alat dan apa yang akan menjadi isi dari pada hukum, kita harus menelusuri UUD 1945, maka pedoman operasiona pembangunan hukum adalah GBHN.
      Kedua-duanya baik UUD  maupun GBHN  di tetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyata atas nama Rakyat.
      Pembangunan yang kita lakukan ialah sebagai pengalaman pancasila, hal ini berarti bahwa tujuan yang akan  kita capai  ialah masyarakat (modern ) yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yang dengan perkataan lain ialah tujuan kita dalam bernegara.
      Oleh karena iturumusan secara konstitusional daripada adil dan makmur berdasarkan Pancasila ialah apabila:
a)      Seluruh bangsa dan tumpah darah adalah terlindungi;
b)      Ada kemajuan dalam kesejahteraan umum;
c)      Ada (peningkatan) kecerdasan kehidupan bangsa; dan
d)     Ada tertib dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesejahteraan sosial di mana Indonesia termasuk di dalamnya.
     
                  Kongkretisasi daripada tujuan bernegara secara bertahap dan berkesenambungan  dari pada tujuan negara secara bertahap dan berkesinambungan di dalam kegiatan bernegara, kita sebut haluan negara. Secara garis besar haluan negara ini di tetapka lima lima tahun sekali dan di sebut garis besar haluan negara yang pada pokoknya ialah pola Umum Pembangunan Nasional.
                  Dengan demikianpetunjuk operasional dari pembangunan hukum ialah dalam GBHN. Di dalam GBHN, maka masalah hukum di rumuskan dalam bab-bab sesuai sistematika GBHN, hal mana menunjukan fungsi pedoman operasional dari pada rumusan tersebut.
      Rumusan pertama ialah dalam Pola Dasar Pembangunan Nasional, dimana mengenai hukum di rumuskan pengarahannya dalam dua hal yaitu:
a.       Sebagai asas pembangunan dengan rumusan:
      “asas kesadaran hukum ialah bahwa setiap warga negara Indonesia, harus selalu sadar dan taat kepada hukum dan mewajibkan warga negara untuk menegakan dan menjamin kepastian hukum”. Konsisten dengan uraian mengenai hukum sebagai alat maka seyogianya ditambahkan kata “adil dan sejahtera”. Sehingga tidak hanya mengenai kepastian hukum tetapi juga mengenai keadilan dan kesejahteraan sosial.
b.      Arahan yang kedua di dalam Pola Dasar Pembangunan Nasional ialah :
      Dirumuskan sebagai bagian dari Wawasan Nusantara sebagai cara pandang dalam pembangunan nasional.
      “Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional”.
               Dengan adanya keragaman tata hukum yang berlaku sekarang di Indonesia, sesuai Aturan Peralihan pasal II UUD 1945, seperti antara lain hukum barat  (Kontinental dan Anglo Saxon); hukum adat, hukum feodal dan mungkin dalam batas-batas tertentu hukum revolusi, maka jelas bobot dan makna dari arahan ini.
      Rumusan kedua ialah di dalam Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, khususnya di dalam Arahan Pembanguna Hukum Jangka Panjang pada butir ke- 15 pada sub bab tersebut di rumuskan adanya empat sasaran yang handak di capai:
a)         Bidang ekonomi
b)        Bidang agama, Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya;
c)         Bidang Politik dan
d)        Bidang Hankam
      Masalah hukum di rumuskan di dalam bidang politik dalam negeri dimantapkan kesadaran kehidupan politik dan kenegeraan berdasarkan Pncasila dan UUD 1945, bagi setiap warga negara, sehingga dapat terjamin kelancaran usaha mencapai tujuan nasional.
      Dalam rangka mencapai sasaran itu termasuk di dalamnya usaha untuk menciptakan kondisi serta situasi untuk memungkinkan terlaksananya proses pembaharuan kehidupan politik, sehingga dapat di capai keadaan dengan sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis efektif dan efisien yang dapat memperkuat kehidupan konstitusional, mewujudkan Pemerintahan yang bersih, bekemampuan berwibawa, pengawasan oleh Perwakilan Rakyat, yang semakin efisien serta terwujudnya kesadaran dan kepentingan hukum dalam masyarakat yang semakin mantap.
      Konsisten dengan uraian terdahulu maka seyogianya masalah hukum juga di rumuskan di bidang-bidang lain dan tidak sekedar terkait dengan kepentingan hukum dalam masyarakat yang semakin mantap (kehidupan politiknya).
      Rumusan ketiga ialah tetang masalah hukum di dalam GBHN ialah di dalam Pola Umum Pelita IV, dimana hukum di arahkan dalam dua hal yaitu:
a)         Arah dan kebijaksanaan pembanunan UMUM;
      Rumuskan dalam arah dan kebijaksanaan di maksudkan untuk memberikan ciri pada pembangunan pelita IV, artinya berlaku bagi setiap bidang dan sektor, pembangunan nasonal.
      Sehingga apabila pembangnan nasional tahap yang akan datang adalah mengenai Kerangka Landasan Pembangunan, maka seyogianya masalah tersebut di rumuskan pula untuk GBHN yang akan datang.
       Mengenai Kerangka Landasan di bidang hukum dapat di uraikan secara ringkas sebagai berikut:
       Apabila Kerangka Landasan Pembangunan Nasional kita artikan sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan kita membangun di atas kekuatan dan kemampuan sendiri (tinggal landas pembangunan), maka kerangka landasan pembangunan hukum dapat di artikan sebagai:
       “langkah-langkah strategis yang harus kita ambil agar untuk melanjutkan pembangunan hukum benar-benar membentuk suatu sistem hukum nasional dan tidak merupakan gabungan dari pelbagai sistem hukum yang tidak bersumber pada Pancasila”
       Mengingat kita membangun hukum tidak di mulai pada titik nol atau dalam suatu keadaan “rechtg-vacuum” maka suda barang tentu sudah ada beberapa langkah strategis yang di kembangkan sekalipun belum tuntas/bulat, melainkan “mengambil” dari sistem hukum yang lain.
      Untuk dapat menelaah secara lebih tajam pembangunan bidang hukum maka peru diperjelas apakah sebenarnya yang merupakan bidang-bidang utama pembangunan hukum.  
       Yang dimaksud bidang disini bukalah isi dari pada pengatuan melaikan aspek-aspek yang menunjukan kehidupan hukum yaitu:
a.       Pembentukan dan pencerahan hukum;
b.      Penegakan hukum di pengadilan;
c.        pelaksanaan/penerapan/ pelayanan hukum diluar pengadilan;
d.      Perkembangan hukum secara akademik (pendidikan hukum);
e.       Kegiatan hukum yang bersifat antar tata hukum (regional maupun internasional).
       Dengan demikan langkah-langkah strategis di kelima bidang ini akan membentuk kerangka pembangunan hukum.
                                Perkembangan yang sudah ada di kelima bidang tersebut pada saat sekarang akan menyebabkan bahwa kumpulan langkah starategis yang akan membentuk suatu kerangka landasan tidak akan merupakan suatu kesatuan akademis yang bulat, namun pencarian langkah-langkah strategis akan bersifat akademik.

b)        Dalam salah satu sektor dari pada bidang politik, yaitu sektor 3.
       Rumusan tentang hukum di sektor Hukum dalam Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum, Penerangan dan Media Massa, Hubungan Luar Negeri inilah yang biasa dianggap sebagai rumusan hukum di dalam GBHN, yang di kembangkan lebih lanjut di dalam PELITA  Bab 27, yang kemudian menjadi pedoman pembangunan Departemen Kehakiman, sehingga pengertian pembangunan hukum menjadi sempit.    

5.        Beberapa Masalah Teknis Pembangunan Hukum
      Berbica tentang pembangunan hukum tidak dapat terlepas dari masalah teknis yang harus kita kembangkan.
      Beberapa malah teknis antara lain:
a.    Di bidang pembentukan hukum misalnya:
1.    Pembangunan Hukum yang baik ialah yang berencana dan tidak tergantung semata-mata pada selera sesaat. Dalam hal ini kita berhadapan dengan masalah program legislatif nasional yang seyogianya jelas setiap lima tahunnya;
2.    Pembentukan hukum harus baku dan jelas proses atau prosedur yang harus di tempuh, dan dalam hal ini kita berhadapan dengan masalah proses legislatif nasional;
3.    Rumusan hukum merupakan satu naskah tentu yang baku pula bentuk dan susunannya dan dalam hal ini kita berhadapan dengan masalah teknis perundang-undangan dan bahsa hukum.
4.    Jumlah produk hukum yang dapat di hasilkan oleh lembaga pembentuk hukum menetukan pula laju pembangunan hukum dan dalam hal ini kita berhadapan dengan masalah beban legislatif nasional.
5.    Merumuskan dalam hukum satu masalah memerlukan “pengorganisasian” atau “pengadministrasian” yang baik. Biasanya tergantung pada macam atau jenis hukum, apakah mengatur pokok-pokok sehingga harus luwes atau mengatur pelaksanaan yang terperinci. Menggabungkan kedua hal dalam satu pengaturan mengakibatkan hukum cepat usang atau menghambat perkembangan sehingga perlu deregulasi, atau menumbuhkan satu birokrasi yang negatif.
6.    Sesuai dengan yang talah di uraikan bahwa hukum harus sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan aspirasi masyarakat, maka perlu pembakuan tentang lembaga penampung aspirasi rakyat seperti misalnya lembaga dengan pendapat umum.
b.    Di bidang penegakan hukum masalah teknis yang terutama harus dikembangkan ialah antara lain, misalnya yurisprudensi, kebijaknaan pelaksanaan hukum, pembinaan lembaga-lembaga penegakan hukum dan pejabatnya, pendapat sarjana sebagai hukum tidak tertulis dan sebagainya.
c.    Di bidang pelayanan hukum yang terutama ialah penanaman jiwa pengabdian sehingga tidak menumbuhkan ketertiban hukum biaya tinggi. Ringkasnya suatu perinsip pelayanan masyarakat yang baik yang harus kita kembangkan
d.   Di bidang pengembangan hukum menyangkut masalah tujuan hasil dan struktur pendidikan hukum mulai yang formal dilingkungan pendidikan jabatan
e.    Dalam bidang antar tata hukum, yang terutama masalah persetujuan rakyat atau ratifikasi[3].


[1] Ibid, hlm,1-2.
[2] Lihat,Penjelasan Umum, Undang-Undang Dasar 1945, No. IV

[3]  Padmo Wahjono, Opcit., hlm. 6-14

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com